Muhammad Faqih Mahasiswa Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta
Jagat raya dan sosial media kembali mencuat setelah hadirnya konflik dengan variabel yang baru, tentu hal ini menjadi sebuah kewaspadaan bagi segenap bangsa Indonesia yang baru-baru ini sedang difase pemulihan Ekonomi Nasional, ketegangan yang terus mewarnai negara-negara menjadi perhatian serius yang harus diwaspadai.
Belum selesai kita pada konflik Rusia dan Ukraina, yang berdampak pada sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat ke Rusia, tentu saja tidak hanya memberikan dampak dari sisi militer, tetapi juga dari sisi ekonomi dan keuangan negara.
Kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin hati-hati. Yang membuat negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing-masing.
Artinya proteksionisme (Pertahanan ekonomi) kemungkinan akan semakin besar, negara-negara yang masuk pada wilayah Blok barat akan semakin menguat dengan dikendalikannya ekonomi negara-negara sebagai bahan perang.
Kini hadir konflik baru yang menjadi sorotan publik, pada konflik China dan Taiwan, ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan eskalasi baru, konflik global dan kondisi geopolitik ini memicu ketidakpastian global yang berdampak semakin meningkat.
Konflik yang bermula saat Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan beberapa waktu lalu meningkatkan kewaspadaan China terkait dukungan AS kepada Taiwan yang diklaim sebagai bagian dari wilayahnya. Yang membuat China mengecam keras dan menunjukan rasa marahnaya terhadap kunjungan tersebut, dimulainya sebuah latihan militer seakan menunujukan kekuatan China, pada beberapa zona disekitar Taiwan dengan melakukan sejumlah aktivitas militer didekat perairan Taiwan, hingga memblokade ruang udara dan laut di Taiwan.
Artinya, kondisi Geopolitik ini memunculkan tekanan-tekanan baru yang menjadi perhatian dan kewaspadaan serius bagi segenap negara-negara lain, terkhusus negara Indonesia, kenapa? Karena posisi China pada wilayah investasi di Indonesia kini mulai mendominasi dan posisi Taiwan soal investiasi juga sedang berlanjut, pun-pada wilayah teritorial begitu berdekatan.
Perang yang terjadi, dapat makin mempersulit Indonesia untuk melakukan ekspor. Sebab ketika perang dagang terjadi, negara akan mengurangi produksi yang berdampak ke Indonesia selaku eksportir bahan baku.
Meskipun, posisi politik Indonesia bisa berperan netral, karena diplomasi politik yang dianut ibarat mendayung diantara dua gunung (politik bebas aktif) tidak pro barat atau timur, sehingga Indonesia bebas menentukan sikapnya terhadap konflik internasional. Bukan berarti posisi Indonesia aman.
Tetapi menjadi sebuah peringatan yang memakan energi dalam menjaga stabilitas ekonomi, politik dan pertahanan.
Maka harus ada langkah-langkah jitu yang diambil, dalam menyikapi geopolitik internasional oleh pemerintah Indoneisa, misalkan membuat agenda kerjasama militer antar negara kedua membuat kebijakan nasionalisasi dalam penguatan investasi ekonomi (membuat kebijakan baru sebelum dan sesudah peperangan) dalam hal ini upaya untuk meminimalisir resiko perdagangan akibat konflik kedua negara tersebut dengan mencari destinasi ekspor serta sumber impor dari negara lain.
Dengan menggunakan taktik perjanjian perdagangan bebas yang telah dibangun baik yang bersifat multilateral maupun bilateral.
Perlu diingat bahwa konflik yang terjadi antara China dan Taiwan menjadi perhatian Amerika Serikat (AS). Seperti statmen Presiden AS Joe Biden yang mengatakan bahwa AS akan membantu dan mempertahankan kepentingan sekutu-sekutunya, tidak saja negara-negara anggota NATO di Eropa, tetapi juga sekutu-sekutunya di Asia Pasifik, yakni Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan.
Jika menelisik sedikit mundur ke tahun 2020, ketika AS masih dipimpin oleh Presiden Donald Trump, AS menyetujui proyek penjualan senjata ke Taiwan. Dalam rangka mendukung Taiwan, pemerintahan Joe Biden juga secara diam-diam mengirim beberapa pasukan militernya ke Taiwan untuk berlatih bersama, yang mencakup personel Angkatan Laut dan Pasukan Operasi Khusus AS. Kurang lebih 26 personel AS dan pasukan pendukung berlatih bersama dengan pasukan darat Taiwan, sementara Angkatan Laut berlatih dalam kapal latihan kecil.
Hal ini sebenarnya memperlihatkan bahwa hubungan AS dan Taiwan telah berjalan dengan baik. Sekali lagi, dukungan AS terhadap Taiwan tersebut tidak terlepas dari masih diberlakukannya kebijakan Taiwan oleh AS, yang didalamnya mencakup hubungan pertahanan.
Lebih jauh lagi, bahkan presiden AS siap untuk datang ke Taiwan apabila negara tersebut diserang sewaktu-waktu secara brutal oleh China.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk pemerintah indonesia dalam mengambil keputusan yang lebih cepat dan kongkrit dalam melihat fenomena perang yang berdampak berkelanjuatan bagi negara Indonesia. Disebebakan ketegangan situasi makin memanas dan import bahan baku sedang laju pesat.
Demikian penulis sampaikan, bila terdapat kekurangan mohon dimaklumi.