Gempa di Pandeglang sudah berkali-kali dirasakan. Yang terbaru adalah gempa pada 14 Januari dan 4 Februari 2022 dengan kekuatan 6,6 dan 5,7 SR menyusul diikuti erupsi Krakatau.
Rasa trauma belum hilang di masyarakat, apalagi mengingat kawasan itu pernah memiliki sejarah dilumat tsunami besar setinggi 20 meter tahun 1883 saat gunung Krakatau meletus.
Hal ini terungkap dari sejumlah warga saat mengikuti trauma healing dan distribusi logistik yang dilakukan lembaga kemanusiaan Indonesia Care di Desa Pasir Kadu, Pandeglang Banten, Minggu (13/2).
Demikian diungkap Komandan Pusat Brigade Relawan Nusantara (BRN) Indonesia Care, Farhan Muhammad di sela-sela kegiatan trauma healing.
Kita harus bangkitkan kembali optimisme dan semangat mereka. Ketakutan mereka bisa berubah jadi kewaspadaan. Mereka harus tetap ceria,” ujar Farhan.
Untuk kegiatan distribusi logistik dan trauma healing, Indonesia Care mengerahkan 16 relawan dari sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ), serta relawan pendongeng, bang Iwan.
Secara terpisah, Direktur Voulenter Indonesia CARE, Muhammad Syahri menegaskan kehadiran relawan Indonesia Care tidak hanya berhenti pada kegiatan trauma healing dan bantuan logistik saja.
Kita agendakan sejumlah program Ramadhan juga bersama masyarakat pra sejahtera di sini. Kita sudah memiliki beberapa relawan lokal di Pandeglang. Mereka akan dimaksimalkan membantu masyarakat mengedukasi tentang bagaimana mengevakuasi dan melindungi diri dari potensi bencana di Pandeglang,” kata pria yang akrab di sapa Choy.
Potensi bencana terbesar di Pandeglang pesisir, lanjut Choy, ada tiga. Yaitu gempa, tsunami besar dan letusan Krakatau.
Kita harus tetap waspada. Selain cara evakuasi, mereka juga perlu dilatih menyiapkan segala kebutuhan kegawat daruratan saat bencana datang,” imbuhnya.