Refleksi Perang Idiologi melawan kapitalisme Global belenggu Globalisasi dan Transformasi Digital, dimana eksistensi Indonesia.

  • Bagikan

Muhammad Faqih
Mahasiswa Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta.

Diakui atau tidak bangsa yang hadir di tengah arus Globalisasi sains dan teknologi mengharuskan setiap masyarakat mengakui sebuah determinasi politik yang menghambat lajunya sebuah perkembangan ekonomi ditingkat nasional maupun internasional.

Hal ini menjadi bagian struktur pikiran umat manusia melihat peran Globalisasi yang menuntun ke arah subornisasi, upaya umat manusia dalam menjawab tantangan tersebut membuat kita sepakat pada kecanggihan dan lajunya sebuah roda ekomoni, politik, hukum dan budaya yangenjadikannya melemah atau bangkit.

Lajunya sains dan teknologi adalah sebuah dampak perang dunia 1 yang memusnahkan ribuan umat manusia dan kehancuran idiologi Marxisme di negara jerman dan moskow.

Yang mengharuskan kaum marxisme mengulang kembali sebuah gagasan revolusioner karl marx dalam mencapai negara yang makmur dan masyarat dengan tanpa kelas. Meskipun terdapat perpecahan didalamnya kaum marxisme tetap harus merefleksikan kembali gagasan subtansi Karl Marx dalam mewujudkan cita-cita agung yang tertuang dalam karyanya Das Kapital.

Dalam hal ini banyak sekali timbulnya interpretasi negara-negara melihat tumbangnya negara yang berhaluan Komunisme.

Uni Soviet, sebagai negara komunis terbesar pada saat itu, runtuh oleh krisis politik, ekonomi, dan diranah sosial juga terjadi konflik etnis. Krisis yang disebabkan oleh Leninisme, suatu sistem yang mengacu pada tokoh penting Soviet yaitu Lenin.

Akibatnya, Uni Soviet mengalami krisis lantaran keborosan ekonomi ini yang menjadi kekalahan telak ketika perang tersebut berlangsung, bukan karena kekalahan yang disebabkan perang oleh kelompok Kapitalisme. Melainkan runtuh dengan sendirinya.

Runtuhnya Uni Soviet yang menjadikan matinya komunisme dan berakhirnya Perang Dingin, membawa konsekuensi begitu besar yang sangat nyata merubah peta Geopolitik dunia.
Runtuhnya komunisme membuat sistem lain, yakni Kapitalisme dan menjadi satu-satunya ideologi yang berjaya. Bahkan, sistem yang disebut sebagai musuh komunisme itu menguasai dunia hingga sekarang dan menciptkan karya tanpa adanya persaingan !

*Perang berkelanjutan dan dampak modernisasi Global indonesia*

Lalu hari ini perang itu tidak lagi dinamakan sebagi gencetan antara Idiologi melainkan berganti dengan istiliah “asimetris” yang mengharuskan setiap bangsa dan negara mampu menciptkan Kecanggihan yang bernama teknologi.

Perang asimetris ini merupakan pertikaian yang terjadi, tidak lagi menggunakan banyaknya senjata fisik melainkan ide-ide, gagasan-gagasan untuk menjatuhkan lawan menggunakan strategi-strategi modern. Potensi ini sangat besar di tengah keberagaman bangsa Indonesia sehingga patut diantisipasi dengan menjaga persatuan. Oleh karena itu dampak positif ataupun negatif ini, disebut Modernisasi Global yang tidak lepas dari sebuah peperangan yang berkelanjutan.

Ketika mata mebaca istilah modern maka sepintas kita reflek dengan kata Moodern, maka sepintas selanjutnya kita membayangkan adanya peralatan yang serba modern dan tata kelola kehidupan serba modern.

Tetapi lebih dari itu bahwa modernisasi global tidak sekedar menyangkut aspek yang materiil saja, melainkan juga aspek-aspek yang immateriil, seperti pola pikir, tingkah laku, dan lain sebagainya.

Sehingga modernisasi Global sudah sangat mungkin dapat dikenal dalam kehidupan manusia. Yang melaju pesat pada proses transportasi yang berkemajuan, informasi yang mudah dan komunikasi cepat menjadi ciri khas di bidang teknologi.

Melalui kecanggihan teknologi inilah, teknologi seakan dapat mencengkram dunia berada di genggaman tangan Manusia Bahkan Anthony Gidden salah satu seorang Tokoh Strukturasi menyebutkan sebagai “time space distanciation”, yaitu dunia tanpa batas ruang dan waktu bukanlah kendala yang rumit dengan kata lain dalam kondisi apapun tidak mustahil untuk kita capai bila teknologi terus berarus bak air yang mengalir tanpa tepi.

Bahkan juga seorang futurolog yang cukup masyhur harum namanya. Alvin Tofler menyebutkan Moderniasi sebagai sebuah istilah kejutan masa depan (future shock) untuk menggambarkan situasi sekarang yang membuat kita terlempar pada suatu kondisi dimana kita mengalami tekanan yang mengguncangkan dan hilangnya orientasi individu. disebabkan dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat.

Itulah kondisi yang sedang kita alami di negara Indonesia. Perubahan-perubahan berskala besar dan cepat ternyata kita respons secara lambat. Kebudayaan modern yang berkembang menjelang abad 21 merupakan perkembangan lebih lanjut dari kebudayaan yang lebih relevan dan berkemajuan.

Kebudayaan yang lebih relevan itu pertama kali muncul di dunia Barat, pada zaman yang ditandai dengan perkembangan potensi rasional juga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendominasi. Untuk menentukan dan mewarnai kehidupan manusia guna membebaskan manusia secara revolusioner dari pikiran mistis dan irasional sekaligus belenggu tantangan alam semesta.

Mengglobalnya tatanan kehidupan manusia dalam era sekarang seringkali tidak disadari adanya agenda-agenda di balik layar tersebut.
Bahkan kecenderungan masyarakat justru menyambut gembira dengan penuh gelora sentosa karena globalisasi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan jaminan hidup yang lebih baik melalui mudahnya akses informasi dan canggihnya teknologi.

Segala dampak terjadi tidak dapat bisa kita hindari begitu saja atau dihilangkan keberadaanya, sebab Modernisasi global telah menjadi fenomena diera digital dan disrupsi sekarang ini. Maka, sejumlah negara diharapkan mampu memberikan solusi yang dapat menekan atau mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari modernisasi global termasuk Negara Indonesia kita yang baru semumur jagung merdeka melawan penjajah kolonialisme belanda.

Terdapat 8 dampak yang dapat penulis sampaikan terlepas negatif atau positif

1. Aspek Sosio-Cultural
2. Aspek Ekonomi
3. Aspek Pendidikan
4. Aspek Politik, Hukum, dan Keamanan
5. Aspek Teknologi
6. Aspek Ideologi
7. Aspek intelektual
8. Aspek kriminalisasi


Banyak hal yang menjadi PR bersama untuk kemajuan bangsa ini. Maka yang menjadi pertanyaan, apa yang sudah dilakukan oleh bangsa ini? Sejauh apa negara kita mampu mampu mempertahankan eksistensi dari belenggu Globalisasi dan transformasi digital?

Perlu dicatat, bahwa kemajuan teknologi dan industri pertahanan semakin berkembang pasca Perang Dingin terkait dengan semakin kompetitifnya pasar yang membuat industri-industri pertahanan berusaha untuk mendapatkan konsumen bagi produk negara berkembang.

Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari dua hal. Pertama, liberalisasi yang dilakukan terhadap industri pertahanan, khususnya di negara-negara Barat. Kedua, munculnya
perubahan besar dalam ruang lingkup peperangan yang membawa pengaplikasian dari
penemuan teknologi yang dikombinasikan dengan perubahan secara mendasar dalam
doktrin, operasional dan konsep organisasi militer, yang secara mendasar terkait dengan
karakter dan cara melakukan operasi militer

Oleh karena itu, negara-negara besar berupaya untuk mengembangkan persenjataan sebagai produk industri pertahanan mereka dengan mengedepankan aplikasi teknologi canggih. Dua kondisi diatas membuat munculnya berbagai persenjataan canggih yang diproduksi dan digunakan oleh berbagai negara, khususnya negara-negara maju.

Berbagai teknologi canggih diaplikasikan untuk memenuhi tuntutan konsumen yang menginginkan persenjataan yang dapat mengatasi munculnya ancaman-ancaman baru terhadap negara mereka. Saat ini, teknologi persenjataan dengan kemampuan siluman (stealth) dan persenjataan tanpa awak seperti Unmaned Aerial Vehicle (UAV) menjadi produk-produk andalan industri pertahanan negara-negara maju. Keamanan nasional yang terkait erat dengan kemampuan teknologi dan industri pertahanan menjadi subjek dari kontrol politik.

Namun dalam kenyataaannya, keadaan sekarang menjadi terbalik, sikap patriotisme kurang dimiliki oleh generasi muda era digital saat ini. Semangat bela negara, sikap patriotisme saat ini sudah mulai memudar. Sekolah sebagai pusat pembelajaran dan pelatihan tidak lagi menyentuh materi-materi pembelajaran yang demikian.
Sehingga dapat dijustifikasi minimnya kesadaran untuk kepentingan negara atau membela negara dari kemerdekaan berfikir besar dan bertindak besar, melainkan sikap apatis dan individualis yang selalu diutamakan yang terpengaruh oleh budaya-budaya barat/luar.

Padahal jika kita perhatikan, potensi bangsa ini begitu besar. Tak perlu dijelaskan secara jelas. Dari mulai SDA dan SDM dapat diandalkan sebagai wujud eksistensi bangsa yang besar dan makmur.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, bila terdapat kekurangan mohon dimaklum atau ketidak sesuaian, disebabkan rokok yang habis dan kopi hitam yang tidak sempat diseduh.

  • Bagikan